Jumat, 01 Maret 2013

Model Pembelajaran Treffinger

  A. Pengertian Model Pembelajaran Treffinger

 Model Treffinger untuk Mendorong Belajar Kreatif merupakan salah satu dari sedikit model yang menangani masalah kreativitas secara langsung dan memberikan saran-saran praktis bagaimana mencapai keterpaduan. Denagan melibatkan, baik keterampilan kognitif maupun afektif pada setiap tingkat pada model ini, Treffinger menunjukan saling hubungan dan ketergantungan antara keduanya dalam mendorong belajar kreatif. Apa yang dimaksudkan dengan belajar kreatif? Apa yang dimaksudkan dengan belajar pada umumnya? Belajar dapat dibatasi sebagai suatu perubahan perilaku yang relatif tetap yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Sedangkan belajar kreatif berhubungan erat dengan penghayatan terhadap pengalaman belajar yang sangat menyenangkan. Menurut Donald J. Treffinger dalam bukunya Encoureging Creative Learning for The Gifted and Talented, belajar kreatif (creative learning) adalah proses pembelajaran yang mengupayakan proses belajar mengajar dibuat sekomunikatif mungkin sehingga situasi belajar menjadi menyenangkan bagi siswa (1980 :1). Dalam pembelajaran ini, penyajian materi dilakukan melalui permainan, diskusi, bermain peran, dan lain-lain. Dengan demikian siswa tidak semata-mata dituntut untuk belajar sesuatu materi dari suatu bahan ajar. Dampak dari hal tersebut di atas adalah memotivasi kreativitas siswa dan pada akhirnya siswa akan mendapatkan rasa senang, puas dan pengalaman terbaik dalam hidupnya. Torrance dan Myers, dikutip oleh Treffinger berpendapat bahwa belajar kreatif adalah “menjadi peka atau sadar akan masalah, kekurangan-kekurangan, kesenjangan dalam pengetahuan, unsur-unsur yang tak ada, ketidakharmonisan, dan sebagainya; mengumpulkan informasi yang ada; mengidentifikasi (menemutunjukkan) unsur-unsur yang belum lengkap, mencari solusi, membuat hipotesis, memodifikasi dan menguji ulang; menyempurnakannya; dan akhirnya mengkomunikasikan atau menyampaikan hasil-hasilnya” (1980:5). Torrance dan Myers juga melihat proses belajar kreatif sebagai : “Keterlibatan dengan sesuatu yang berarti. Rasa ingin tahu dan ingin mengetahui dalam kekaguman, ketidaklengkapan, kekacauan, kerumitan, ketidakselarasan, ketidakteraturan, dan sebagainya. Kesederhanaan dari struktur atau mendiagnosis suatu kesulitan dengan mensintesiskan informasi yang telah diketahui, membentuk kombinasi baru, atau mengidentifikasi kesenjangan. Merinci dan mendivergensi dengan menciptakan alternatif-alternatif baru, kemungkinan-kemungkinan baru, dan sebagainya. Mempertimbangkan, menilai, memeriksa, dan menguji kemungkinan. Menyisihkan pemecahan yang tidak berhasil, salah, dan kurang baik. Memilih pemecahan yang paling baik dan membuatnya menarik atau menyenangkan secara estetis. Mengkomunikasikan hasil-hasilnya kepada orang lain” (Treffinger, 1980 :6). Sebagaimana halnya dengan pengalaman belajar yang sangat menyenangkan, pada belajar kreatif siswa terlibat secara aktif dan ingin mendalami bahan yang dipelajari. Dalam proses belajar secara kreatif digunakan proses berpikir divergen (proses berpikir ke macam-macam arah dan menghasilkan banyak alternatif penyelesaian) dan proses berpikir konvergen (proses berpikir yang mencari jawaban tunggal yang paling tepat), berpikir kritis Model Treffinger untuk Mendorong Belajar Kreatif (Treffinger, 1986) menggambarkan susunan tiga tingkat yang mulai dengan unsur-unsur dasar dan menanjak ke fungsi-fungsi berpikir kreatif yang lebih majemuk. Seperti dalam Model Penggayaan Renzulli (Renzulli, 1977, dikutip oleh Parke), siswa terlibat dalam kegitan membangun keterampilan pada dua tingkat pertama untuk kemudian menangani masalah kehidupan nyata pada tingkat ketiga.  Ciri-Ciri Model Pembelajaran Treffinger Model pembelajaran Treffinger telah dapat menumbuhkan kreativitas siswa, dengan ciri-ciri sebagai berikut:  Lancar dalam menyelesaikan masalah.  Mempunyai ide jawaban lebih dari satu.  Berani mempunyai jawaban "baru".  Menerapkan ide yang dibuatnya melalui diskusi dan bermain peran.  Membuat cerita dan menuliskan ide penyelesaian masalah.  Mengajukan pertanyaan sesuai dengan konteks yang dibahas.  Menyesuaikan diri terhadap masalah dengan mengidentifikasi masalah.  Percaya diri, dengan bersedia menjawab pertanyaan.  Mempunyai rasa ingin tahu dengan bertanya.  Memberikan masukan dan terbuka terhadap pengalaman.  Kesadaran dan tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah.  Santai dalam menyelesaikan masalah.  Aman dalam menuangkan pikiran.  Mengimplementasikan soal cerita dalam kehidupannya, dan mencari sendiri sumber untuk menyelesaikan masalah.(http://yusrin orbit.blogspot.com/2012/04/pembelajaran –kreatif.html)  Modifikasi Konten, Proses, Produk dan Lingkungan Model Mendorong Belajar Kreatif dari Trefffinger paling efektif jika diadaptasi untuk penggunaan kerikulum secara menyeluruh, karena memungkinkan modifikasi baik dari konten, proses, produk, maupun lingkungan. Namun, kekuatannya yang terbesar adalah dalam modifikasi proses dan produk. Dalam model ini baik proses kognitif maupun afektif dikembangkan dengan rentangan dalam tingkat kompleksitas. Siswa yang lebih cepat mengusai keterampilan tingkat I atau tingkat II dapat melanjutkan kegiatan tingkat III, menerapkan apa yang telah mereka ketahui terhadap masalah atau keadaan baru yang berbeda dalam hidup mereka. Dengan demikian siswa belajar keterampilan yang beragam dan mampu menggunakannya jika diperlukan. Produk belajar juga membuka dimensi baru. Produk belajar tidak hanya menyangkut perkembangan keterampilan baru, tetapi menggunakan ketermpilan itu untuk tantangan kehidupan nyata. Jadi, produk belajar adalah baik masalah yang dipecahkan maupun belajar proses memecahkan masalah. Dengan menggunakan ketiga tingkat dari model Treffinger, siswa membangun keterampilan menggunakan kemampuan kreatif mereka dan menemukan penyaluran untuk mengungkapkan kreativitas selama hidup.  Penggunaan Model Treffinger Mungkin sumbangan terbesar dari model mendorong belajar kreatif adalah terhadap pengembangan kurikulum siswa berbakat yang menunjukan peningkatan dari keterampilan tidak terbatas pada keterampilan dasar. Model ini menunjukan secara grafis bahwa belajar kreatif mempunyai tingkat dari yang relatif sederhana sampai dengan yang majemuk. Anak berbakat kreatif dapat menguasai keterampilan tingkat I dan tingkat II lebih cepat dari siswa lainnya. Bagi mereka proporsi waktu dan energi untuk tingkatan yang rendah dapat dikurangi. Semua siswa didalam kelas dapat dilibatkan dalam kegiatan tingkat I dan II, tatapi hanya beberapa yang dapat melanjutkan ke tahap penerapan (tigkat III). Disamping itu, model ini hendaknya digunakan secara menyeluruh dalam kurikulum. Berfikir kreatif merupakan bagian dari semua subjek yang diajarkan di sekolah. Kemajuan dalam profesi diperoleh melalui proses kreatif. Oleh karena itu model ini dapat diterapkan pada semua segi dari kehidupan sekolah, mulai dari pemecahan konflik sampai dengan pengembangan teori ilmiah. Siswa akan melihat kemampuan mereka untuk menggunakan kreativitas dalam hidup dan diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam lingkungan yang mendorong dan memungkinkan penggunaannya (Munandar, 2004:172-175). Selain memiliki sintak-sintak pembelajaran, model pembelajaran inipun memiliki karakteristik-karakteristik. Karakteristik pertama dari model pembelajaran Treffinger ini adalah melibatkan siswa dalam suatu permasalahan dan menjadikan siswa sebagai partisipan aktif dalam pemecahan masalah. Masalah yang dihadapkan pada siswa ini diperoleh melalui data atau fakta-fakta yang disajikan pada siswa yang dapat menunjukkan fenomena atau gejala fisis yang dapat disajikan secara konseptual. Selanjutnya masalah tersebut dapat diselesaikan melalui kegiatan penyelidikan (investigation) dan penemuan (inquiry). Karakteristik yang paling dominan dari model pembelajaran Treffinger ini adalah mengintegrasikan dimensi kognitif dan afektif siswa untuk mencari arah-arah penyelesaian yang akan ditempuhnya untuk memecahkan permasalahan (Sarson, 2005:23). Artinya siswa diberikan keleluasaan untuk berkreativitas menyelesaikan permasalahannya sendiri dengan cara-cara yang ia kehendaki. Tugas guru adalah membimbing siswa agar arah-arah yang ditempuh oleh siswa ini tidak keluar dari permasalahan. Ciri yang lain adalah siswa melakukan penyelidikan untuk memperkuat gagasannya/hipotesisnya. Artinya siswa harus berperan aktif dalam menyelesaikan masalah melalui penyelidikan yang didasarkan metode ilmiah. Kegiatan penyelidikan merupakan suatu kebutuhan dalam memahami suatu konsep. Siswa diarahkan untuk menemukan dan membangun sendiri konsepnya. Menemukan dalam hal ini bukanlah menemukan dalam arti menemukan hal yang baru melainkan hanya reinvitation. Diharapkan dari kegiatan ini siswa dapat mengumpulkan dan menganalisis informasi serta menarik kesimpulan. Ciri berikutnya adalah siswa menggunakan pemahaman yang telah diperoleh untuk memecahkan permasalahan lain yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Artinya setelah siswa memperoleh pemahaman dari hasil penyelidikan, siswa selanjutnya mengaplikasikan konsep yang telah ia milki pada persoalan yang lain. Satu lagi ciri lain yang membedakan model ini dengan model pembelajaran yang lain adalah model pembelajaran yang sangat fleksibel, dikarenakan tidak harus selalu menggunakan setiap tahapan yang ada pada model ini. Kita bisa menggunakan tahapan-tahapan yang kita perlukan saja. Selain itu juga, tahapannya tidak harus berurut, bisa maju ke tahap berikutnya dan kembali lagi ke tahap sebelumnya, hal tersebut disesuaikan dengan tujuan yang kita inginkan. (repository.upi.edu/operator/upload/s_d025_040201_chapter2).  Treffinger memberikan empat alasan mengapa belajar kreatif itu penting: 1. Belajar kreatif membantu anak menjadi lebih berhasil-guna jika kita tidak bersama mereka. Belajar kreatif adalah aspek penting dari upaya kita membantu siswa agar mereka lebih mampu menangani dan mengarahkan belajar bagi mereka sendiri. Dengan pesatnya perubahan masyarakat dan teknologi, kita tidak mungkin mengajarkan anak-anak sesuatu yang harus mereka tahu untuk hari depan mereka. Kita pun tidak hanya mengajarkan agar anak-anak dapat mengulang kembali ide-ide. Kita mengharapkan anak-anak dapat belajar hal-hal yang berharga dan bermanfaat bagi dirinya sehingga mereka mampu dan siap menghadapi masalah-masalah pada waktu kita tidak bersama mereka. 2. Belajar kreatif menciptakan kemungkinan-kemungkinan untuk memecahkan masalah-masalah yang tidak mampu kita ramalkan, yang timbul di masa depan. Dunia kita cepat sekali berubah. Pada sepuluh tahun terakhir ini kita saksikan perkembangan yang cepat di segala bidang : teknologi, ekonomi, sosial, pendidikan, dan sebagainya. Masalah-masalah yang kita hadapi sekarang ini sangat berbeda dengan masalah-masalah yang kita hadapi dua puluh tahun yang lalu. 3. Belajar kreatif dapat menimbulkan akibat yang besar dalam kehidupan kita. Banyak pengalaman belajar kreatif yang lebih daripada sekedar hobi atau hiburan bagi kita. Kita makin menyadari bahwa belajar kreatif dapat mempengaruhi, bahkan mengubah karir dan kehidupan pribadi kita. Di samping itu, belajar kreatif dapat menunjang kesehatan jiwa dan kesehatan jasmani kita. 4. Belajar kreatif dapat menimbulkan kepuasan dan kesenangan yang besar. Terdapat gambaran yang salah tentang orang-orang yang amat kreatif. Mereka dikenal sebagai orang yang terganggu pikirannya, hidup menyendiri, tidak bisa bergaul, dan tidak dapat menangani tekanan hidup. Gambaran semacam ini dapat pula kita temukan pada orang-orang yang tidak kreatif. Banyak orang kreatif menjadi orang yang terkenal, penuh semangat, dan berbahagia. Semangat mereka terhadap pekerjaannya dan terhadap gagasan-gagasannya dapat langsung kita saksikan, dan kesenangan mereka terhadap belajar kreatif dapat menular kepada kita (Treffinger,1980: 9-13). Di samping alasan-alasan yang disampaikan Treffinger itu, dapat pula dikemukakan alasan bahwa belajar kreatif memungkinkan timbulnya ide-ide baru, cara-cara baru, dan hasil-hasil baru yang dapat memberikan sumbangan yang berharga bagi kehidupan. Nursisto yang mengutip pendapat David Campbell, menyatakan bahwa orang yang kreatif memiliki kelincahan mental, bisa berpikir dari segala arah, maupun ke segala arah. Mereka juga mempunyai keluwesan konseptional, orisinalitas, menyukai kompleksitas daripada simplisitas, serta mempunyai latar belakang yang merangsang (Nursisto,2000:2). Menurut Bambang Kaswanti Purwo, orang yang kreatif tidak mengandalkan diri pada daya hafal, tetapi pada kemampuan untuk melihat apa yang tidak dilihat orang lain, kemampuan untuk menghubung-hubungkan berbagai hal atau benda yang kelihatannya tidak saling berkaitan (Purwo.K,1997:33). B. Prinsip Model Pembelajaran Treffinger Karena model pembelajaran treffinger merupakan salah satu cabang dari model pembelajaran kooperatif maka Menurut Nur (2000), maka prinsip dasar dalam pembelajarannya adalah sebagai berikut : 1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya. 2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui semua anggotanya. 3. Kelompok mempunyai tujuan yang sama. 4. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya. 5. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi 6. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya. 7. Setiap anggota kelompok (siswa) akan mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok. C. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Treffinger  Kelebihan Model pembelajaran Treffinger ini selain mempunyai karakteristik seperti yang telah disebutkan sebelumnya, juga mempunyai beberapa kelebihan diantaranya: 1. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami konsep- konsep dengan cara menyelesaikan suatu permasalahan. 2. Membuat siswa aktif dalam pembelajaran . 3. Mengembangkan kemampuan berpikir siswa, karena disajikan masalah pada awal pembelajaran dan memberikan keleluasaan kepada siswa untuk mencari arah-arah penyelesaiannya sendiri. 4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mendefinisikan masalah, mengumpulkan data, menganalisis data, membangun hipotesis dan percobaan untuk memecahkan suatu permasalahan. 5. Membuat siswa dapat menerapkan pengetahuan yang sudah dimilikinya ke dalam situasi baru (repository.upi.edu/operator/upload/s_d025_040201_ chapter2).  Kekurangan Selain kelebihan , model pembelajaran Treffinger ini mempunyai beberapa kekurangan, menurut Dess (1991:411) diantaranya: 1) Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama. 2) Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Di lapangan, beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah. 3) Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. 4) Kalau didalam kelompok itu kemampuan anggota heterogen, maka siswa yang pandai akan mendominasi dalam diskusi sedang siswa yang kurang pandai menjadi pasif sebagai pendengar saja. D. Langkah-langkah pembelajaran model Treffinger : Model Treffinger terdiri dari langkah-langkah berikut: basic tools, practice with process, dan working with real problems . Tingkat I, basic tools atau teknik-teknik kreativitas tingkat I (Munandar, dalam Semiawan, Munandar dan Munandar, 1987) meliputi keterampilan divergen (Guilford, 1967, dikutip Parke, 1989) dan teknik-teknik kreatif. Keterampilan dan teknik-teknik ini mengembangkan kelancaran dan kelenturan berfikir serta kesediaan mengungkapakan pemikiran kreatif kepada orang lain.  Kegiatan pembelajaran tingkat I, yaitu : (1) Pemberian masalah terbuka. (2) Siswa melakukan diskusi untuk menyampaikan gagasan atau idenya. (3) Guru memberikan suatu masalah terbuka dengan jawaban lebih dari satu selesaian. (4) Guru memberikan lembar tugas, untuk menuliskan gagasan dengan cara mendaftar sesuai kreativitas. Tingkat II, practice with process atau teknik-teknik krativitas tingkat II (Munandar, dalam Semiawan, Munandar dan Munandar, 1987) memberi kesempatan kepada siswa untuk menerapkan keterampilan yang dipelajari ada tingkat I dalam situasi praktis. Untuk tujuan ini digunakan strategi seperti bermain peran, simulasi, dan studi kasus. Keahiran dalam berfikir kreatif menuntuut siswa memiliki keterampilan untuk melakukan fungsi-fungsi seperti analisis, evaluasi, imajinasi, dan fantasi.  Kegiatan pembelajaran tingkat II, yaitu : (1) Memberikan kegiatan yang menantang. (2) Berdiskusi untuk bermain. (3) Memberikan contoh analog atau kiasan dari kata penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. (4) Memberikan suatu cerita yang berkaitan dengan kehidupan sehari tentang materi yang akan diajarkan. (5) Membuat kesimpulan terhadap penyelesaian masalah. Tingkat III, working with real problems atau teknik kreatif tingkat III (Munandar, dalam Semiawan, Munandar dan Munandar, 1987) menerapkan keterampilan yang dipelajari dua tingkat pertama terhadap tantangan dunia nyata. Seperti pada kegiatan Tipe III pada Model Enrichment Triad dari Renzulli, siswa menggunakan kemampuan mereka dengan cara yang bermakna untuk kehidupannya. Siswa tidak hanya belajar keterampilan berfikir kreatif, tetapi juga bagaimana menggunakan informasi ini dalam kehidupan mereka.  Kegiatan pembelajaran tingkat III, yaitu : (1) Memberikan suatu masalah dalam kehidupan sehari-hari. (2) Siswa membuat cerita yang berkaitan dengan materi dan membuat pertanyaan serta penyelesaian secara mandiri (3) menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. (4) Siswa menyebutkan langkah-langkah dalam menyelesaikan suatu masalah. (5) Memberikan suatu masalah dalam bentuk narasi, kemudian diselesaikan siswa sesuai dengan ide kreatifnya. (6) Pemberian reward. E. Aplikasi Model Pembelajaran Treffinger dalam Pembelajaran Matematika Aplikasi Model Pembelajaran Treffinger dalam Pembelajaran Matematika yang akan dibahas dalam makalah ini adalah penerapan pada bab Bilangan Pecahan dalam Bentuk Aljabar Berpangkat dimana materi ini diajarkan pada kelas IX di SMP / MTs. Model pembelajaran ini dianggap cocok apabila diterapkan pada saat latihan soal untuk melatih kemampuan dan memperdalam pemahaman materi, sehingga siswa bisa menyerap materi secara maksimal karena di dalam pembelajaran Treffinger ini menggabungkan tiga aspek penting yaitu kreatif, aktif dan kognitif siswa.  Tahapan-tahapan Model Pembelajaran Treffinger Tahapan dalam menerapkan metode ini dapat ditempuh sebagai berikut: 1) Pilih materi yang memungkinkan materi tersebut dapat memancing kreativitas siswa, dimana sekarang kita terapkan pada materi Bilangan Pecahan dalam Bentuk Aljabar Berpangkat. 2) Bagilah para siswa menjadi beberapa kelompok (3-4 kelompok) secara heterogen. 3) Masing-masing kelompok diberi tugas untuk memecahkan soal Konsep Bilangan Berpangkat : Jika a, b € B dan m, n adalah bilangan bulat positif maka : 1. am x an = am+n 2. am/an = am-n, untuk m > n dan a ≠ 0 3. (a/b)m = am/am ,untuk b ≠ 0 4. (a x b)m = am x bm 5. (am)n = amxn 6. kam x lbn = (k x l) x (am x bn), untuk k, l € R 7. kam / rbn = k / r x ( am/bn) , untuk k, r € R , r ≠ 0 dan b ≠ 0 Contoh soal : Carilah sebanyak-banyaknya bentuk lain dari bilangan pecahan dalam bentuk aljabar berpangkat berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 4) Setiap siswa dalam setiap kelompok mulai mencari jawaban. Kemudian dilanjutkan oleh siswa berikutnya, dan seterusnya sampai selesai, diharapkan setiap siswa mengungkapkan jawaban yang berbeda sesuai dengan tingkat kreativitasnya, semakin banyak jawaban yang ditemukan maka semakin kreatif siswa tersebut. 5) Tentukan batas waktu dalam kegiatan ini (misalnya 15 menit). 6) Setelah semua siswa selesai maka jawaban harus dibahas segera di kelas. Evaluasi hasil jwaban dan setiap siswa melalui kelompoknya mengemukakan hasil diskusinya. Berikan perbaikan pada setiap jawaban yang salah dan pujian terhadap jawaban siswa yang benar. Kunci Jawaban Soal : 1. Penyelesaian :   2. Penyelesaian :   3. Penyelesaian :   4. Penyelesaian :   5. Penyelesaian :    Note : Jawaban penyelesaian tersebut hanya bersifat sample , bentuk lain dari jawaban tersebut jumlahnya sampai tak hingga sehingga jawaban setiap siswa berbeda satu sama lain hal ini yang memancing kreativitas semakin banyak jawaban yang ditemukan maka semakin kreatif siswa tersebut.